Rabu, 27 April 2011

Komunikasi Antar Budaya

  • Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota budaya lainnya.
  • Kita dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam situasi dimana pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
  • Perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan berbagai macam kesulitan.
Richard E. Porter &  Larry A. Samovar

  • Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya-budaya itu, yang menunjukkan pengiriman pesan.
  • Ketika suatu pesan meninggalkan budaya di mana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh encoder. 
  • Suatu pesan sampai pada budaya dimana ia harus disandi balik, pesan itu mengalami perubahan sebagai pengaruh budaya decoder. 
  • Makna yg terkandung dalam pesan asli telah berubah selama fase penyandian balik karna makna yg dimiliki decoder tidak mengandung makna budaya yg sama seperti encoder.
Model Transformasi Identitas Etnik
(Deddy Mulyana)

Akulturasi
 
  • Akulturasi merujuk pada fenomena yang timbul ketika kelompok-kelompok individu yang berbeda budaya berhubungan langsung dan sinambung, perubahan terjadi pada budaya asli salah satu atau kedua kelompok.
  • Perubahan budaya diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas.
  • Perubahan pada kelompok minoritas lebih besar daripada perubahan pada masyarakat pribumi.
  • Perubahan yang diukur meliputi perubahan pada ciri-ciri budaya, nilai-nilai budaya dan rasa memiliki, yang semuanya berhubungan dengan etnisitas.
Asimilasi
  • Asimilasi adalah suatu proses interprenetasi dan fusi. Melalui proses ini orang-orang atau kelompok-kelompok memperoleh memori, sentimen dan sikap orang-orang atau kelompok lainnya, dengan berbagai pengalaman dan sejarah, tergabung dgn mereka dalam suatu kehidupan budaya yg sama. (Park & Burgess, 1969:735)
  • Asimilasi merupakan akibat kelompok minoritas memasuki budaya dominan dan bahwa kelompok minoritas secara bertahap kehilangan identitas etnik mereka yg membedakan mereka dari kelompok dominan.
  • Akulturasi merupakan proses dua arah sedangkan asimilasi merupakan proses satu arah.
Asimilasi menghasilkan dua akibat, yaitu;
1)      Kelompok minoritas kehilangan keunikannya dan menyerupai kelompok-kelompok mayoritas. Dalam proses itu kelompok mayoritas tidak berubah.
2)      Kelompok etnik dan kelompok mayoritas bercampur secara homogen. Masing-masing kelompok kehilangan keunikannya, lalu muncul suatu proses unik lainnya, suatu proses yang disebut dengan belanga percampuran (Melting Pot) (Jiobu,1988:6) 

Pluralisme Budaya 
  • Pluralisme budaya menunjukkan bahwa tidak benar kelompok-kelompok minoritas akan berasimilasi dengan budaya dominan.
  • Pluralisme budaya menekankan keberlangsungan etnisitas kaum pendatang sebagai basis eksistensi kelompok-kelompok etnik (Kim, 1988:18).
  • Hubungan yang meningkat antara kelompok etnik yang interdependen akan menimbulkan hubungan-hubungan etnik yang setara dan keadilan dalam distribusi ekonomi dan politik.


Mulyana, Deddy. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009


EFEKTIVITAS PROGRAM CSR-COMDEV MEDIAQITA FOUNDATION DALAM REVITALISASI BUDAYA KOMUNITAS BAJO DI HAKATUTOBU SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan kearifan lokal perlu terus dipelihara dan dikembangkan karena merupakan acuan bagi pengembangan tatanan sosial kemasyarakatan secara umum. Pengembangan itu diupayakan melalui reinterpretasi, refungsionalisasi dan reaktualisasi secara berkesinambungan. Nilai-nilai dimaksud harus mampu berkompetisi terhadap dinamika perkembangan global, sehingga menghasilkan nilai-nilai yang rasional tetapi tetap memiliki spirit kearifan lokal. Dengan demikian, kelembagaan masyarakat setiap lokal memiliki akar dan latar belakang budaya yang kuat, Sehingga tidak akan pernah merasa asing terhadap dirinya sendiri. Sejalan dengan gerakan pembangkitan lokal, maka perlu digagas sebuah metode tentang pengetahuan lokal yang disebut lokalogi. Tujuan utama lokalogi adalah agar masyarakat setempat dapat mengetahui 'harta' lokal yang berada di daerahnya atau komunitasnya. Lokalogi tidak perlu diformalisasikan secara resmi melalui Perda maupun Keputusan Bupati/ Walikota. Sebaiknya hal ini dimulai dari hal-hal yang kecil saja dahulu. Lokalogi bisa dilakukan oleh akademisi, aparat pemda, dan masyarakat setempat, secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama.1
Kebudayaan daerah sebagai entitas dan identitas nasional bangsa Indonesia, namun lebih dari itu lokalitas kiranya sangat penting sebagai dasar awal pelaksanaan pembangunan daerah di Indonesia. Dengan begitu daerah-daerah di Indonesia akan sampai pada kemandirian dengan mengembangkan potensi-potensi yang tersedia di daerahnya sendiri. Cita-cita ini tentu tidak mudah untuk dicapai karena pastinya akan menghadapi banyak kendala baik sumber daya alam, manusia maupun pemerintah sebagai regulator. Tapi tidak sulit juga untuk mewujudkannya, perlu ada kerja sama yang aktif dan bersinergi antara seluruh stakeholder.
Sebagai objek penelitian penulis memilih komunitas Bajo di Hakatutobu, Pomalaa Sulawesi Tenggara, dengan alasan banyak temuan masalah sosial yang mereka hadapi dan perlu mendapatkan perhatian. diantaranya (Hasil Preliminary research MediaQita, 2009);
1.      Nilai-nilai seni dan budaya Bajo hampir punah
2.      Angka partisipasi dan kualitas serta pembelajaran sekolah yang rendah
3.      Praktek dan perilaku hidup sehat masih di bawah standar
4.      Kualitas gizi balita dan ibu yang rendah
5.      Sumber Income terbatas pada hasil laut
6.      Rendahnya tingkat partisipasi komunitas dalam pembangunan desa
Selanjutnya penulis mengumpulkan data yang diperoleh dari MediaQita Foundation yang merupakan lembaga penggiat riset dan pemberdayaan masyarakat. Dengan visi mewujudkan masyarakat yang sadarguna akan potensi lokalitas dengan prinsip kemandirian melalui penggunaan media alternatif yang efektif. Sebagai wujud dari tanggung jawab sosial, MediaQita bermaksud menjawab masalah komunitas Bajo Hakatutobu dengan tujuan utama meningkatkan kualitas hidup komunitas Bajo di Hakatutobu Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka melalui beberapa aktivitas program yang menjadi kerangka kerja.
B.     Identifikasi Masalah
Anak-anak Bajo merupakan generasi penerus identitas budaya khususnya pengetahuan tentang laut dan kearifannya, namun bagaimana jika arus globalisasi yang demikian derasnya yang kadang tak berpihak pada eksistensi budaya mereka, itu artinya mereka harus berjuang mencari identitas di tengah arus perubahan. Ditambah lagi regulasi yang memberikan kebebasan yang sangat luas kepada pengeruk kekayaan alam tanpa memiliki tanggung jawab sosial kepada komunitas.
Adalah logis bahwa pendapatan komunitas Bajo Hakatutobu berbanding lurus dengan tingkat asupan gizi, pendidikan dan pemahaman kesehatan lingkungan. Revitalisasi budaya diharapkan dapat menjawab masalah-masalah yang selama ini dihadapi komunitas Bajo, namun sebelum menawarkan program solutif, harus diketahui dahulu apa yang sebenarnya komunitas itu sendiri harapkan dan butuhkan. Beruntung bahwa komunitas masyarakat Bajo memiliki keinginan untuk kembali menggiatkan budaya mereka sehingga MediaQita menggunakan kesempatan ini dengan melakukan pendampingan melalui beberapa program.
C.     Pembatasan Masalah
Kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat komunitas Bajo tidak terbatas pada bidang budaya saja, melainkan mencakup semua aspek kehidupan baik itu ekonomi, sosial dan politik. Sejalan dengan itu MediaQita konsen pada aspek budaya. Budaya sebagai “pintu masuk” yaitu bagaimana mengubah pola pikir mereka dan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan terhadap lingkungan tempat mereka tinggal yang semuanya bermuara pada kemampuan secara mandiri mencari solusi atas masalah-masalah yang mereka hadapi selepas pendampingan dengan catatan tidak melupakan budaya asli dan kearifan lokal setempat.
D.    Rumusan Masalah
Jika kita berbicara mengenai CSR, kebanyakan orang hanya berpikir mengenai pengembangan masyarakat (Community Development) atau bahkan hanya sebagai bentuk kedermawanan (charity) belaka. Pengertian tersebut harus diperbaiki agar kita bisa menuntut tanggung jawab sosial perusahaan dengan benar2. dan tegas bahwa tujuan menjalankan tanggung jawab adalah keberlanjutan (Sustainability). MediaQita sebagai fasilitator, menjembatani kebutuhan komunitas dengan perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka. Dengan demikian timbullah satu pertanyaan yang dapat menjadi rumusan masalah penelitian ini yaitu sejauh mana efektivitas program CSR-Community Development MediaQita foundation dalam revitalisasi budaya komunitas bajo di Hakatutobu Sulawesi Tenggara.
E.     Tujuan Penelitian
Budaya merujuk pada nilai-nilai dan perilaku yang membentuk bagaimana manusia menghadapi dan memahami suatu issue. Nilai-nilai dan perilaku dipengaruhi, antara lain, oleh agama, adat, kelas, gender, kesukuan dan usia. Budaya yang dianggap sebagai sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah menjadikan seseorang berpikir sempit. Budaya sejatinya menjadikan kita hidup selaras dengan alam bahkan pada level tertentu dapat menjadi pandangan hidup. Sebagai generasi penerus adalah suatu pilihan untuk mempertahankan eksistensi budaya itu atau membiarkannya hilang tergerus arus globalisasi. Inilah yang menjadi dasar tujuan bagi penulis untuk menyusun penelitian, yakni menggugah kesadaran dan tanggung jawab dari semua stakeholder untuk melestarikan budaya sebagai titipan anak cucu kita kelak.
 
1Annual Report MediaQita Phase I 2010
2CSR Indonesia